Setelah beberapa tahun mendukung suami untuk melakukan diet, pelan-pelan saya mencoba mengubahnya. Di saat pertama, kami benar-benar mematuhi apa yang ditulis oleh guru diet. Sebagai orang yang mengelola dapur, saya yang kelabakan dan kerepotan.
Mengapa? guru diet itu menganjurkan agar kita mengkonsumsi berbagai jenis makanan (bervariasi) sementara kita tidak bisa selalu membeli bahan makanan dalam porsi kecil. Akibatnya, lemari es penuh dan sering membuang makanan.
Selain itu, ada banyak jenis makanan yang tidak selalu didapat dalam bentuk yang segar. Memang kita mengkonsumsi makanan yang sudah dibekukan atau dalam bentuk lain tapi rasanya kurang enak.
Pelan-pelan saya mencoba mengatasinya dengan memanfaatkan bahan makanan yang tersedia. Tentu dengan memperhatikan variasi juga.
Satu hal yang penting selain variasi, adalah porsi makanannya. Kini, saya mencoba tidak memasak melebihi porsi. Dulu, saya memasak dalam jumlah banyak kemudian menghidangkannya di meja. Kami bisa mengambil makanan sendiri sesuai selera. Akibatnya, kami tergoda untuk mengambil makanan melebihi porsi.
Kini, saya menghidangkan makanan seperti orang membeli nasi rames. Semua makanan sudah terhidang dalam piring. Jadi, kami ¨terpaksa¨mengkonsumi apa yang terhidang di dalam piring.
Dari pengamatan yang saya lakukan, setelah melakukan cara tersebut di atas, pelan-pelan, porsi makanan kami bisa terkontrol dan tidak lagi mengkonsumsi melebihi anjuran. Suami dan anak juga mau mengkonsumsi semua makanan yang dihidangkan tanpa protest.
Seringkali, saya juga melibatkan anak untuk memasak dan menentukan jenis masakan. Selain itu, kami selalu makan bersama di meja makan. Kami berbincang-bincang tentang pengalaman keseharian dan hal-hal lainnya. Kami menikmati makanan yang terhidang dengan penuh syukur.
Setelah makan selesai, kami membersihkan dapur bersama. Kadang kalau anak capai (jam sekolah dan kegiatannya sangat padat), kami bebaskan dia dari tugas mencuci piring. Kebersamaan ini sangat indah dan berharga.
Geen opmerkingen:
Een reactie posten